Jombang, SEJAHTERA.CO – Di bulan Muharram, masyarakat Jawa memiliki tradisi menghidangkan bubur suro dalam acara ruwatan, tasyakuran, atau doa bersama. Hidangan ini tak hanya sekadar makanan, tapi menjadi bagian dari budaya yang sarat makna spiritual.
Baca Juga :Daftar Ulang Dibuka, 199 Siswa Baru Resmi Masuk SMPN 2 Purwoasri
Salah satu warga yang melestarikan tradisi ini adalah Atik Maria Ningsih, warga Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. Sejak 2018, Atik rutin membuat bubur suro setiap bulan Suro, terutama saat pesanan meningkat jelang 10 Muharram.
“Bubur suro ini berbeda dengan bubur ayam biasa. Bahannya sama-sama dari beras, tapi isian dan maksud penyajiannya beda,” ujar Atik kepada awak media, Sabtu (5/7/2025).
Secara tampilan, bubur suro tidak memakai kuah seperti bubur ayam. Hidangan ini disajikan kering dengan tujuh jenis lauk pelengkap, antara lain: ikan teri, kacang goreng, sambal goreng krecek, tempe kletik, telur dadar iris, ayam suwir bumbu, dan kerupuk.



















